Manunggaling Kawula Gusti: Ajaran Syekh Siti Jenar Sempat Lebih Populer dari Wali Songo

Syekh Siti Jenar, ulama kontroversial era Wali Songo, dikenal dengan ajaran "manunggaling kawula gusti" yang dianggap menyimpang

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 15 Maret 2025 | 08:59 WIB
Manunggaling Kawula Gusti: Ajaran Syekh Siti Jenar Sempat Lebih Populer dari Wali Songo
Ilustrasi Syekh Siti Jenar. [ChatGPT]

SuaraJawaTengah.id - Syekh Siti Jenar adalah salah satu ulama yang paling kontroversial dalam sejarah Islam di Nusantara, terutama pada era Wali Songo.

Namanya kerap dikaitkan dengan ajaran yang berbeda dari para wali lainnya, sehingga ia dianggap menyimpang dan bahkan dihukum mati. Namun, kisahnya tetap menjadi legenda yang mengundang perdebatan hingga saat ini.

Asal-Usul Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar diyakini berasal dari Persia atau Gujarat, meskipun ada juga yang meyakini bahwa ia adalah seorang putra Jawa yang belajar Islam di luar negeri sebelum kembali ke tanah air.

Baca Juga:Di Tengah Isu Efisiensi, Astra Daihatsu Optimis Capai Target Penjualan di Jateng

Ia dikenal memiliki pemahaman yang mendalam tentang tasawuf dan ajaran spiritual. Salah satu konsep yang ia ajarkan adalah "manunggaling kawula gusti," yang dalam pandangan para wali saat itu dianggap menyesatkan karena menyamakan manusia dengan Tuhan.

Pemahaman ini membuatnya berbeda dari Wali Songo yang lebih menekankan ajaran Islam yang sejalan dengan syariat dan budaya Jawa.

Syekh Siti Jenar memiliki pendekatan dakwah yang lebih langsung dan tidak bertahap seperti Wali Songo. Ia menekankan kesadaran hakikat dan esensi spiritual, di mana manusia tidak perlu menjalankan syariat secara ketat, melainkan lebih memahami keberadaan Tuhan dalam dirinya.

Perbedaan Dakwah dan Pertentangan dengan Wali Songo

Jika Wali Songo menggunakan pendekatan bertahap dalam Islamisasi masyarakat Jawa, Syekh Siti Jenar lebih menekankan pada pemahaman langsung tentang Tuhan. Hal ini membuat ajarannya menarik bagi kalangan tertentu, terutama masyarakat bawah, yang merasa lebih bebas dalam menjalankan keyakinannya tanpa keterikatan ketat pada aturan agama.

Baca Juga:BMKG Peringatkan Enam Kabupaten di Jawa Tengah Siaga Hujan Lebat, Warga Diminta Waspada

Namun, pendekatan ini juga menimbulkan kecaman dari otoritas agama saat itu. Para wali khawatir bahwa ajarannya dapat mengacaukan tatanan sosial dan menghambat penyebaran Islam yang moderat. Selain itu, ajarannya dianggap bisa melemahkan kekuasaan kerajaan Islam yang sedang berkembang. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai ancaman dan akhirnya diadili.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak