SuaraJawaTengah.id - Badan Eksekutif Mahasisw (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang turut menyerahkan Amicus Curiae bersama tiga BEM universitas lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu anggota BEM FH Undip, Adam Firdaus mengatakan sebetulnya ada lima BEM yang terlibat dalam merumuskan amiricus curiae. Tapi BEM FH Universitas Indonesia (UI) belum bisa menyerakan sahabat pengadilan secara berbarengan dengan mereka.
"Kami sudah membentuk forum 2-3 bulan lalu untuk merumuskan amiricus curiae bersama BEM FH Unair, Dema Justicia FH UGM, dan BEM FH Undap," kata Adam Firdaus saat dikonfirmasi Suara.com, Kamis (18/4/2024).
Adam menegaskan penyerahan Amicus Curiae murni karena panggilan hati tanpa ditunggani pihak manapun. Sedangkan isi Amicus Curiae supaya jadi bahan pertimbangan terhadap perkara sengketa pemilu yang diajukan pemohon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar-Mahfud MD.
Baca Juga:Undip Tegaskan Aksi Civitas Akademika Bukan Mewakili Institusi
Dia lantas menuturkan pada intinya Amicus Curiae menjelaskan beberapa hal. Pertama, adanya kejanggalan-kejanggalan sebelum keputusan MK yang kontroversi, kedua kejanggalan terhadap keputusan MK soal batasan usia dibawah 40 tahun, terakhir adanya keberpihakkan presiden serta pengerahan aparatul sipil seperti TNI, Polri, dan ASN untuk memenangkan salah satu paslon.
"Dari Amicus Curiae ini kami memberikan empat rekomendasi atau saran kepada hakim MK untuk dijadikan pertimbangan sebelum memutuskan perkara sengketa pemilu," jelasnya.
Mengawal segala bentuk kecurangan pemilu adalah tanggungjawab moral. Adam sangat antusias ketika civitas akademika Undip turut mengingatkan elite politik untuk tidak merusak tatanan demokrasi di tanah air.
Disisi lain, Pengamat Politik Undip, Wahid Abdulrrahman mengapresiasi keterlibatan beberapa BEM yang menyerahkan Amicus Curiae. Dia menyebut hal tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap pesta demokrasi yang dinilai penuh drama politik.
"Apalagi mereka dari fakultas hukum yang memang punya disiplin ilmu yang pas dengan itu tadi. Yang paling penting mereka bisa menerjemahkan analisas terhadap permasalahan pemilu. Tidak melulu melalui unjuk rasa," ucap dosen ilmu pemerintahan Fisip Undip.
Wahid menilai Amicus Curiae sebagai ruang kepada pihak-pihak yang ingin membantu perkara sengketa pemilu. Tapi rekomendasi-rekomendasi Amicus Curiae tidak sepenuhnya bisa jadi pertimbangan hakim dalam ketika memutuskan perkara nanti.
Kendati demikian, banyaknya pihak termasuk sejumlah BEM yang ikut menyerahkan amicius curaie bernilai positif. Sebab masyarakat sampai akademisi punya perhatian yang luar biasa terhadap kecurangan pemilu.
"Proses yang mereka lakukan sesuai dengan nilai-nilai pasca reformasi. Adanya Amicus Curiae ini diharapkan hakim dapat mampu memberikan keputusan yang mengedepankan aspek subtansi," imbuhnya.
Sengketa pemilu yang sedang berlangsung di MK merupakan ujian bagi proses-proses demokrasi di Indonesia. Dia mengingatkan semua pihak untuk legowo dan bersikap kesatria menerima keputusan hakim nanti.
Sejauh ini MK dinilai sudah memberikan ruang seluas-luasnya dalam membahas sengketa pemilu. Bahkan para menteri turut dihadirkan dalam persidangan.
"Prinsip siap menang, siap kalah itu juga harus tetap dipegang oleh elite politik di Indonesia. Apapun hasilnya nanti harus diterima, karena kedepannya persoalan bangsa Indonesia akan semakin berat," tukasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Suara.com sudah berusaha meminta pandangan pihak rektorat terkait keterlibatan BEM FH Undip menyerahkan amiricus curaei ke MK. Tapi pihak-pihak yang dihubungi Suara.com memilih untuk tidak berkomentar.
Kontributor : Ikhsan